SEJARAH JUMIANG
BAB 1
PERMULAAN DJADINJA
PULAU MADURA
Ditjeritakan, bahwa pulau Madura
ini bermula terlihat oleh pelajar-pelajr pada zaman purbakala sebagai
terpetjah-petjah merupakan beberapa puntjak-puntjak tanah jang tinggi (jang
sekarang djadi punjaknya bukit-bukit Madura) dan beberapa tanah datar jang
rendahan jang apabila air laut surut kelihatan dan apabila air laut pasang
tidak kelihatan (ada dibawah muka air). Puntjak-puntjak jang terlihat itu,
diantaranja jang sekarang disebut gunung Geger didaerah Kabupaten Bangkalan dan
pegunungan Pejudan di daera Kabupaten Sumenep.
Ditjeritakan, bahwa pada zaman
purbakala ada sebuah Negara jang bernama Negara Mandangkamula, didalam kotanja
ada sebuah Karaton jang dinamai Keraton Giling Wesi , radjanja bernam Sang
hjungtunggal (menurut dugaan orang Madura dikiranja suatu tempat didekat
gunung seniru didekat punjaknja jang bernama gunung bromo). Zaman itu sekira
sekitar Tahun Masehi 929. Ada djuga orang jang menjebut itu Negara “ Medang”
djadi bukan, Mendangkamulan” sebab itu kedjadian adalah sesudahnja ada gunung
meletus sekitar Tahun 929 M. radja tadi mempunjai seorang anak wanita jang
masih Gadis. Pada suatu saat anak itu bermimpi kemasukan rembulan dari mulutnja
terus masuk kedalam perutnja dan tidak keluar lagi. Setelah beberapa bulan itu
wanita menjadi hamil dan telah ketahuan pula pada ajahnja. Beberapa kali
ajahnja menanjakan sebab-sebabnja si anak menjadi Hamil, itu anak sama sekali
tidak menjawab, karena diapun tidak mengetahui djuga. Radja itu amat marah lalu
memanggil pepatihnja bernama Pranggulang. Pepatih di perintahkan supaja
ia membunuh ia punja anak jang hamil itudan setelah itu anak terbunuh. Supaja
kepalanja diperlihatkan kepada Radja. Apabila Pranggulang tidak dapat
memperlihatkan kepala itu anak, maka ia tidak diperkenakan menghadap pula
kepada Radja dan terus tidak dianggab sebagai pepatih lagi. Pranggulang sanggup
melakukan apa jang mendjadi titah Radjanja dan membawa anak gadis tahadi keluar
keratin terus kehutan rimba. Setelah sampai di suatu tempat dihutan rimba. Maka
pepatih Pranggulang menggunus pedangnja dan mulai memenggal lehernja itu gadis,
itu pedang djatuh dari tangan-nja Pranggulang ke tanah.jang demikian itu
berjalan tiga kali senantiasa itu pedang djatuh ke tanah. Sesudah itu
Pranggulang duduk termenung dan berfikir serta jakin, bahwa hamilnja ini gadis
buakan dari kesalahan ini gadis, akan tetapi ada hal jang luar biasa. Maka ia
lalu berkata kepada si gadis , bawa telah tiga kali mestinja lejer si gadis itu
putus, akan tetapi belum pastinja si gadis itu mati, mendjadi Pranggulang saja
jang harus mengalah dan harus tidak kembali lagi kepada Radjanja, dan mulai itu
saat ia berobah nama jaitu Kijahi Poleng(= Poleng artinja di dalam Bahasa
Madura jaitu Kijahi tenunan Madura) dan ia berobah pakaian jaitu Kain, badju
dan ikat kepala dari kain poleng. Ia memotong kaju-kaju dihutan itu lalu dibawa
kepantai serta kaju-kaju itu di rangkai djadi satu rangkaian jang merupakan
perahu (oleh orang Madura, rangkaian kaju seperti itu dinamakan ghitek (getek =
djw)
Gadis tadi oleh kijahi Poleng
didudukan diatas ghitek itu di lautan dan ghitek ditendang menuju ,,Madu Oro.
(=podjok di ara-ara artinja podjok kea rah jang luas). (Ditjeritakan, bahwa
sebab itulah pulau ini dapat nama Madura. Lain tjeritera pula jang mengatakan,
bahwa nama Madura itu dari perkataan Lemah dhuro” artinja tanah jang tidak
sesungguhnja, jaitu mempunjai hubungan dengan apa jang ditilis dimuka, bahwa
apabila air laut surut tanahnja kelihatan dan apabila air laut pasang tanahnja
tidak kelihatan).
Ditjeritakan, bahwa ghitek tadi
terdampar di Gunung Geger (disitu asalnja tanah Madura).
Ini
tempat batu yang di gunung Geger
(memang didalam
Babat-babat itu apabila terdapat perkataan tanah Madura, maka yang dimaksudkan
jalan tanah didaerah kabupaten Bangkalan termasuk djuga Kabupaten Sampang,
sedang apabila penulis dari babat-babat itu menyebutkan daerah-daerah jika didaerah
timur dari Daerah-daerah tadi maka lalu ditulisnja sahadja Sumenep atau Sumanap
atau Sumekar dan ditulisnja pula ,, Pamekasan atau Mekkasen’)
Sebelum
gadis tadi diberangkatkan, maka dipesannja oleh kijahi Poleng, bahwa djika ada
keperluan minta tolong apa-apa supaja si gadis memukulkan kakinja tiga kali ke
tanah atau ke lantai apa jang ada dibawah kakinja dan seketika itu mesti Kijahi
Poleng dating untuk menolongnja. Pun itu gadis sebelum diberangkatkan diberinja
bekal berupa Buah-buahan agar djadi makannja.
Sampai di gunung Geger, maka
turunlah gadis anak Radja tahadi dan tinggal duduk di batu bawah pohon pelasa
(=pohon itu oleh orang Djawa disebut pohon ploso jaitu suatu pohon jang lebih ketjil dari pada pohon djati, djuga
dunnja hampir-hampir seperti daun djati. Di Madura itu daun sering dibuat
bungkusnja tembakau radjangan)
Pada suatu ketika si hamil itu
berasa sakit perut seolah-olah akan menemui adjalnja. Disitu ia memanggil
kijahi Poleng dengan memakai tanda jang didjandjikan tadi, maka tidak antara
lama jang dipanggil itu dating. Kijahi Poleng bilang pada wanita itu, bahwa
ia(wanita) akan melahirkan anak. Tidak lama lagi maka lahirlah seorang anak
laki-laki jang roman mukanja amat bagus, itu anak diberi nama ,,Raden
Sagoro’ (Sagoro artinja Laut). Keluarga itu menjadi penduduk Madura yang
pertama. Sesudah Raden Segoro itu lahir dengan selamat, maka kijahi Poleng itu
menghilang lagi (tidak kelihatan dirinja) akan tetapi sering-sering datang
melawat itu keluarga dengan membawa makanan rupa buah-buahan.
Ditjeritakan, bahwa
perahu-perahu dari orang-orang dagang jang belajar dari beberapa kepulauan
Indonesia apabila pada waktu malam hari melalui lautan dekat tempatnja Raden
Sagoro itu, maka mereka melihat suatu tjahaja yang terang seolah-olah tjahaja
rembulan, maka mereka itu sering-sering berkata, apabila maksud mereka itu
didalam pelajaranja terkabul maka akan berhenti berlabuh di tempat itu (Madura)
(Geger), dan akan membuat selamatan makan minum disitu dan akan member hadiah
kepada jang bertjahaja itu.
Dengan demikian, maka
sering-sering itu tempat kedatangan tamu-tamu jang telah terkabul maksdja. Oleh
karena mereka hanja melihat seorang wanita dengan seorang anaknja, maka
hadiah-hadiah dari mereka itu dikasikan kepada idu dan anak itu. Dari sebab
banjaknja orang-orang jang dating mengunjungi itu tempat, maka banjak pula
daun-daun dan sampah-sampah jang di buang di itu tempat dari sebad mana makan
makin lama luaslah itu tempat.
Diceritakan,
bahwa Raden Sagoro telah berumur dua tahu. Ia sering-sering bermain di tepi
lautan, maka dimana ia ada pasti dari arah lautang datanglah dua ekor ular Naga
yang amat besarnya mendekati dia. Dengan ketakutan, diapun lari dengan menangis
dan menceritan kepada ibundanya. Ibunyapun sangat hawatit takut-takut anaknya
dimakan ular besar itu. Maka pada suatu ketika ibunyapun memanggil Kijahi
Poleng. Setelah kijahi poleng dating maka berceritalah ibu itu tentang apa yang
terjadi dan membuatnya merasa ketakutan tadi, lalu Kijahi Poleng mengajak Raden
Segoro bermain-main di tepi laut. Tidak lama kemudian maka datanglah dua ekor
ular Naga itu, lalu kijahi Poleng bilang kepada Raden Segoro agar supaya itu
dua ekor ular Naga dipegang dan dibanting ketanah, Raden Segoro tidak mengikuti
perintah Kijahi Poleng itu karena takut ular itu memakannya, akan tetapi dengan
paksaan Kijahi Poleng maka kemudian dua ekor Naga itu dipegang oleh Raden
Segoro dan dibantingkan ketanah. Seketika itu juga maka itu dua ekor ular
berubah menjadi dua bilah tombak. Lalu itu dua bilah tombak diberikan kepada
Kijahi Poleng yang olehnya dibawa kepada ibu Raden Segoro. Itu tombak yang satu
diberi nama Kijahi (Si) Nenggolo dan yang satunya lagi bernama Kijahi
(Si) Aluquro .
Trus Kijahi Poleng bilang kalau
Kijahi Aluquro untuk ditaruh di rumahnya dan Kijahi Nenggolo untuk dibawa
apabila pergi berperang. Diceritakan oleh Kijahi Poleng kepada Raden Segoro dan
ibunya tentang dua bilah tombak itu : pada zaman dahulu tanah jawa ini kosong
(tidak berpenghuni) dan setelah ketahuan Raja Room maka tanah itu suruh
diperiksa kepada panglima perangnyayang apabila tanahnya makmur supaya ditaruhi
beberapa keluarga dari Negeri Room. Kejadian setelah di periksa maka tanah dari
pulau Djawa amat makmur sehingga dinamai tanah “Emas”. Kemudian dipindahkan
beberapa keluarga dari negeri Room. Maka disebutkan dalam tempo yang sangat
cepat semua keluarga itu mendapat sakit dan menjadi mati, di ceritakan pada
waktu itu tanahDjawa itu menjadi sarangnya Hantu-hantu yang memakan
manusia. Maka raja Room memerintahkan
supaya di empat pojok dari pulau Djawa itu di taruhi satu senjata dan tiap-tiap
pojok disebelah barat bagian selatan ditaruhi (ditanam) sebilah pedang Suduk, disebelah barat bagian selatan ditaruhi
(ditanam) itu tombak Kijahi Nenggolo, disebelah timur bagian utara di taruhi
sebilah pedang Dusuk dan disebelah timur bagian selatan ditaruhi tombak Kijahi
Aluquro itu. Kemudian dari itu lalu dipindahkan pula beberapa keluarga dari
Negeri Room dan sekitarnya, maka sejak itu mereka tetap hidup dan bercocok
tanam di pulau Djawa. Sekarang itu Kijahi Nenggolo dan Kijahi Aluquro telah
dititahkan oleh Yang Maha Esa menjadi pusaka “ Raden Segoro”.
Di ceritakan bahwa Raden Segoro
sudah berusia 7 tahun dan tempat kediamannya berpindah daria gunung Geger ke
desa Nepa. Nama Nepa di peroleh karena desa itu suatu desa pesisir yang penuh
dengan pohon Nepa. Pohon Nepa di sebut juga pohon Bhunjok yaitu sejenis pohon kelapa,
tapitidak tumbuh besar seperti pohon kelapa daunnya dapat dibikin atap rumah
yang masih muda dibikin rokok (seperti kelobot)
itu desa Nepa sekarang letaknya di daerah kewedanan Ketapang Kab.
Sampang di pantai sebelah utara (Java-see) dan itu tempat sekarang banyak
Keranya.
Pada
waktu itu Negara Mendangkamulan
dengan Rajanya masih tetap Sanghjang tunggal, kedatangan musuh dari
negeri Tjina, didalam peperangan Raja Mandang kamulan berkali-kali kalah
sehingga rakyatnya hampir habis dibunuh oleh musuh. Di dalam keadaan susah raja
Mandangkamulan tidak enak makan dan tidur dan memohon kepada Jang Maha Esa
supaya mendapat pertolongan. Pada suatu malam itu Raja bermimpi ketemu orang
tua yang berkata : bahwa disebelah pojok barat daja dari keratin itu ada suatu
pulau yang bernama Madu oro (Lemah duro) yaitu Madura. Disitu berdiam seorang anak muda yang bernama
Raden Segoro, raja disuruh meminta pertolongan kepada Raden Segoro itu apabila
perangnya ingin menang. Keesokan harinya Raja memerintahkan pepatihnya supaya
membawa beberapa perahu dan beberapa orang prejurit dan membawa sesekali
bahan-bahan untuk buah tangan mendatangi itu Raden Segoro dan juga kepada
ibunya supaya memperkenankan puteranya dibawa kenegara mandangkamulan, oleh ibu
dari Raden Segoro kijahi Poleng di panggil lalu kijahi itu dating pula. Pada
waktu itu juga terjadi sebuah peristiwa, sebelum Kijahi dating oleh pepatih
Mandangkamulan Raden Segoro mau di paksa dibawa kedalam perahu dan disuruh pegang kepada prajuri-prajuri yang
dibawanya,
maka
prajurit-prajurit itu sama-sama lumpuh tidak mempunyai kekuatandan dating angin
kencang dari lautan sehingga perahunya hampir tenggelam kedalam lautan karena
kemasukan ombak yang berderu-beru dan amat besar datangnya. Maka Pepatih segera
memohon ampun kepada Raden Segoro dan ibunya, dan keadaan berobah menjadi baik
pula. Setelah Kijahi Poleng dating ia matur kepada ibunya Raden Segoro supaya
diijinkan putranya pergi ke Mandangkamulan untuk membantu itu Raja yang
bermusuhan dengan Tentara Tjina dan ia sanggup akan melayaninya. Lalu Raden
Segoro diijinkan oleh ibundanya dan ikut perahu tadi yang memapahnya dengan
membawa pusaka Tombak Kijahi Nenggolo.
Kijahi Poleng ikut serta akan
tetapi dirinya tidak kelihatan oleh orang lainnya hanya kelihatan kepada R,Segoro.
Sesampainya di Negara mandangkamulan lalu berperang dengan tentara Tjina dengan
disampingi oleh K.Poleng sedangkan pusaka Kijahi Nenggolo hanya di tunjukkan
saja kearah sarang-sarang musuh maka musuh langsung banyak yang mati karena
sakit mendadak dan tidak lama kemudian sebagian tentara Tjina meninggalkan
Negara Mandangkamulan.
Raja mandangkamulan membikin
pesta besar-besaran karena sudah menang perang dan member pernghormatan besar
kepada R,Segoro serta memberinya Gelar “Raden Segoro alias Tumenggung Gemet”
artinya semua musuh apabila bertanding dengan dia adalah Habis (Gemet=Djawa)
Raja berhajat mengambil anak
mantu kepada Tumenggung Gemet dan mengantarkan dia (suruhan pepatihnya dan
tentar kehormatan) dengan disertai surat terima kasih kepada ibunya. Raja
menanyakan siapa ayah dari R.Segoro lalu R.segoro menjawab masih mau menanyakan
kepada ibunya. Setelah tiba di Nepa dan pengantr-pengantar telah tolak kembali
dan Kijahi Poleng juga. Maka R.Segoro menanyakan kepada ibunya tentang siapa
ayah dia, lalu ibunya langsung menjadi kebingungan dan menjawabnya ayahnya
adalah Siluman. Maka seketika itu pula langsung lenyaplah idu dan anaknya serta
rumah yang disebut Keraton Nepa.
Demikian riwarat penduduk tanah
Madura bermula, oleh orang tua-tua dikesankan bahwa R.Segoro telah membalas
hutang Eyangnya yang menghinakan ibinya dan menyiku ibunya dengan pembalasan
yang baik yaitu menolong dalam peperangan.
Di ceritakan bahwa R.Segoro menjadi
sebagai orang Siluman yang kemudian beristeri Njai Roro Kidul.
Di ceritakan pula, bahwa
dikemudian tahun, Kijahi Nenggolo dan Kijahi Aluquro (pusaka R.Segoro) diberikan kepada Pangeran Demang Palakaran
(Kijahi Demong) Bupati Arosbaja (Bangkalan) dan sampai saat ini dua bilah
tombak masih menjadi pusaka Bangkalan. juga di dalam kepercayaan orang-orang
tua, K.Poleng adalah menjadi pembantu dari Pangeran Demang Palakaran dan
keturunannya yang demikian itu apabila orang tidak mupakan dia kepercayaan
orang-orang tua ditanah Madura diantaranya demikian : Apabilak ada orang
mepunyai anak dibawah umur yang terserang sakit mata maka ibu atau ayah dari
itu anak mengambil sedikit kapur yang di taruhnya di atas selembar daun sirih
dengan sedikit air lalu berkata dalam bahasa Madura yang apabila di salin dalam
bahasa Indonesia kurang lebih demikian “ K.Poleng akan bepergian, maka tidak
mempunyai salinan yaitu kain, baju dan ikat kepala, maka jadilah Wurung,wurung,
wurung lalu diambil kapur tadi dan ditaruhnya di sekeliling mata yang sakit
maka sembuhlah penyakit itu”.
Demikian kepercayaan orang-orang
tua tanah Madura terhadap K.Poleng
BAB II
PIMPINAN
PEMERINTAHAN JANG TERDAHULU
DIPULAU MADURA
Sebagaimana
pembaca telah maklum, diantara tahun Masehi 1268-1292 pimpinan pemerintah
kerajaan Singosari dipegang oleh Kartanegara. Itu raja mempunyai anak bernama
Karta Rajasa (R.Widjojo). pulau Madura pada waktu itu juga dibawah pemerintah
Singosari dan yang memegang pimpinan pulau Madura pada waktu itu bernama Ario
Banjak Wide yang kemudian memakai nama Ario Wiraradja. Banjak Wedi
bermula memegang pangkat kepercayaan di ibu kota Singosari, akan tetapi
lantaran kekuatan fitnah itu oleh Kartanegara dipindah keluar yaitu di perintah
memimpin Madura. Kraton Madura pada waktu itu ada di sumenep yaitu menurut
cerita orang tua ada di Batu Putih. Batuh putih sekarang menjadi desa Batu
Putih Kidul, Batuh Putih-Lor dan Batuh Putih Kenek, KecamatanBatuh putih
Kawedanan Batang-batang. Pada waktu itu tanah Djawa ada dalam persahabatan baik
dengan tanah Tiongkok (Tjina). Negara Singosari memimpin juga Negara Kediri
yang kalah dalam berperang, yang memegang pimpinan Kediri bernam Djajakatwang
(Djojokatong 1271 M), dia anak dari Djojobojo Di Dhodo. Djojokatwang
mencari daja-upaja untuk dapat membalas dendam kepada kartanegara pada waktu
itu usaha dia dapat bantuan dari Banjak Wedi (Wiraraja).
Pulau
Madura pada itu waktu mempunyai kedudukan penting didalam srtategi diantaranya
disebabkan oleh banyaknya pelaut-pelaut yang pandai didalam pelajaran sehingga
pada waktu itu pelaut-pelaut Madura banyak dibutuhkan didalam melakukan
peperangan di pulau Djawa dengan lain-lain kepulawan dan juga dalam mengirim
bahan-bahan perdagangan dan mendatangkan bahan yang dibutuhkan oleh tanah Djawa
dari lain-lain kepulau di Indonesia sehingga pula dari Tiongkok (Tjina).
Pada
suatu saat Singosari di serang oleh Kediri, suatu pasukan diberangkatkan dari
Kediri melalui Penanggungann menuju karaton Singosari, akan tetapi itu pasukan
terdiri dari yang tidak kuat dan tidak cukup kepandaiannya. Maksudnya hanya
untuk memancing kekuatan dari Singosari. Dan pasukan lain yang kuat dan pandai
oleh Kediri diberangkatkan pada Singosari melalui jalan sebelah selatan Gunung
Kawi itu akalan dari Djajakatwang dengan dibantu Banjak Wedi ternyata tepat
tujuannya. Dengan jalan demikian pasukan Singosari dapat dirampok dari belakang
oleh pasukan yang kuat tadi dari Kediri. Kartanegara yang suka makan enak dapat
di bunuh ketika melakukan kemewahan itu.
Mulai
itu Singosari ada dibawah perintah Kediri. R.Widjaja kehilangan keraraan
mertuanya yang akan ia pimpin pula (sebab ia masuk satu-satunya Koonprins yaitu
pangeran adipati) amat susah dan kecewa melarikan diri kian kemari, oleh karena
tidak dapat jalan serta hawatir takut terbunuh juga maka ia lari ke Madura
menuju Banjak Wedi dan meminta-minta ampun serta meminta pertolongan. Dia dapat
kesanggupan dari Banjak Wedi dan dikirim kepada Djajakatwang dengan dipesan
supaya minta ampun kepadanya dan meminta daerah yang tidak makmur untuk dibikin
menjadi makmur (dibisikin oleh Banjak Wedi untuk meminta daerah pegunungan
didekat kota Tarik yaitu Mojopahit) Djaja katwang mengampuninya serta
memberikan daerah pegunungan deket kota Tari untuk dibabat dan didiami.
R,Widjaj membabat hutan itu dengan dapat pertolongan dari orang-orang Madura
atas jasa Banjak Wedikemudian berdirilah kota Mojopahit (yaitu tempat
pohon Mojo yang bijinya hanya satu dan rasa Pahit)
Djajakatwang
membuat suatu kekeliruan dengan jalan menghina kepada seorang utusan
persahabatan dari Negeri Tjina yaitu utusan tadi dari Kubilai Khan dipotong
ujung hidungnya. Kemudian dia kembali ke Tjina dengan membawa laporan tidak
baikmengenai Djajakatwang lalu raja Tjina mengirim beberapa ribu pasukan untuk
memerangi Djajakatwang dan hal itu semua terdengar Banjak Wedi yang segera
member nasehat-nasehat kepada R.Widjaja. pasukan Tjina bertempur dengan pasukan
Djajakatwang yang dibantu oleh R.Widjaja dan Banjak Wedi, oleh karena kedua
belah pihak sama-sama kuat mak pertempuran sangat lama kemudia setelah kedua
belah pisah telah lemah maka pasukan Tiongkok dapat di bujuk oleh R.Widjaja dan
dapat di binasakan. Dan sisanya dapat du pukul mundur. Kemudian pasukan
R.Widjaja yang selalu dibantu oleh Banjak Wedi dengan pasukan Madura uerus
membalik menghancurkan pasukan Djajakatwang dan juga membunuh dia sekaligus. Pasukan tiongkok telah mengetahui bahwa
Djajakatwang terbunuh kemudian dia kembali ke Negerinya dan melapor Hal-ehwal
tadi pada Radjanya.
Raja
tiongkok mendengar itu laporan sangat marah kepada pimpinan barisan yang
dikirim ke tanah Djawa, sebab sisia pasukan itu tidak bertempur terus dengan
pasukan yang dipimpin oleh R.Widjaja.
sebab itulah berdirinya kerajaan Mojopahit yang di pimpin oleh R.Widjaja
alias Kartaradjasa Djajawardholo (Brah Widjojo I). di tahun 1294 M atau 1216
Caka dan meninggal tahun 1309 M atau 1231 Caka.
Ario
Banjak Wedi menjadi kuasa (Gubenur) didaerah Blambangan dengan berkerataon di
kuo Renon yaitu masuk Kecamatan Sukodono (Pandjunan) di sekitar kota Lumajang
sebelah timur kali Bondojudo, karena pada waktu itu daerah Blambangan dari kali
Bondojudo sampai laut (straat) Bali
Ario
Banjak Wedi memakai nama Ario Wiradjaja dan meninggal di kuto Renon yang
sekarang menjadi makam pepunden dari orang –orang didaerah Lumajang dan
sekitarnya.
Sedangkan
yang menjadi pengganti pimpinan pulau Madura dengan berkeraton di Sumenep di
Desa Banasareh Kec. Ruberu Kawedanah Ambunten yaitu saudara dari Wiradjaja yang
bernama Ario Bangah sama putra Ario Pamekas raja Pajajaran yang
penghabisan.
Tulisan-tulisan
peninggalan dari orang tua Madura tidak bnyak menyebutkan tentang kejadian
Madura di masa pemimpinanArio Bangah, kemudian kepemimpinan diganti oel anaknya
yang bernama Ario Dunorwendo alias Lembu Surang-gono kraton pindah
kepesisir kewedanan Blutoh yang sekarang menjadi kampong Aengnyior desa
Tanjung. Kemudian pindah lagi ke tangan anak Danurwendo yang bernama Ario
Asropati serta keratonnya tetap di itu daerah. Lalu pindah pula ke anaknya
Asropatiyang bernama panembangan Djoharsari kemudian diganti lagi oleh
anaknya yang bernama Panembangan Mondoroko alias R.Piturut berkeraton di
Keles ada di kewedanan Ambunten letaknya diatas Gunung Keles. Pada itu waktu
rupa-rupanya Islam telah masuk ke Sumenep. Mondoroko beristeri Njai Ketel cucu
dari Sunan Giri yang bernama R.Paku alias Prabu Satmoto-Tanposono alias
Sjarif Mohammad Ainljakin. Kuburan Panembangan Mondoroko di hias secara
islamdan ada di atas Gunung desa Keles diman asal tempat keratin Keles. Setelah
dia meninggal kepemimpinan diganti oleh paman saudara papa besarnya yang
bernama R.Suseno alias Ario Lawe sebagai adipati disumenep. Ini adipati
kemudian pindah ke Mujopahit, sedang yang memegang Sumenep adalah Ario Banjak Wedi paman dari
R.Suseno alias Ario Lawe. Dari Ario Banjak Wedi sumenep jatuh dipimpin oleh dua
anaknya R.Piturut alias pangeran Mondoroko yaitu satunya bernama Pengeran
Bukabuh dan satunya lagi bernama Pangeran Baragung (sumber agung)
itu desa Bukabuh dan Guluk-guluk berada di daerah kewedanan Guluk-guluk. Waktu
itu tanah sumenep dibagi menjadi dua. Paneran Bukabuh menurunkan
Kijahi-kijahi\guru-guru Islam dan juga pemimpin-peminpin sumenep mulai dari Benduro
Saut alias Tumenggung Tirtonegoro terus turun temurun sampai dengan R.tumenggung
Ario Prabu Winoto Bupati nomor tiga dari pemerintahan Hindia Belanda.
Tentang hal ini nanti akan di ceritakan juga
Pangeran
Baragung mempunyai anak yang bernama Pangeran R.Anggung Rawit yang
beristeri dari anak pangeran Bukabu yang bernama Retno Sarini ia di
sebut oleh orang Pangeran Sedjo Adining rat I. pemimpin ini memunyai
anak laki-laki yang bernama Gadjah Pramodho yang kemudian mengganti
ayahnya memimpin Sumenep dengan gelar Pangeran Sedjoadiningrad II dan ia
punya pepatih yang bernama Djojosingo tempat keratonnya ada di banasareh
(sekarang desa banasareh ada di kecamatan Ruberuh kawedanan Ambunten)
setjoadiningrat II beristeri anak perempuan dari R.Ario Brotosari ia mempunyai
seorang anak wanita yang bernama Dewi saini alia Putri Kuning ini putrid
Kuning tidak suka berkawin akan tetapi gemar bertapa.
Pada
itu waktu ada dua orang bersaudara yang satu bernama Ario Bribin alias
Adipoday (kemudian penembahan Sapudi dan dimakamkan di Pasaren Njamplong
dipulau Sapudi) dan satunya bermana Adiroso kakak dari Adipoday (Adiroso
dimakamkan di Pasarean Djumiang kec. Pademawu Kawedanan Bunder tempat
pertapaannya di Raas (pulau Raas) dari itu nama Rasa dan kemudian di desa
Djumiang, Pademawu tersebut)
ayah dari dua
saudara tersebut bernama Pamembangan Blingi kewedanan Sapudi ada di
pulau Sapudi. Nama awalnya yaitu Ario Pulangdjiwo awalnya dia di taruh
oleh Raja Mojopahid diperintah memimpin Pamekasan dan kemudian dipindah kepulau
Sapudi.
Dua
bersaudara tadi(Adiroso dan Adipoday) terkenal sama-sama ahli bertapa. Menurut
cerita orang tua tempat pertapaan Adirasa ada di pulau Raas (asalnya dari kata
Rasa) dan kemudian pindah ke Desa
Djumiang yang tertulis diatas.di Djumiang dia bertapa di atas Alang-alang (di
ujung alang-alang) Adipoday bertapa di Gunug Geger (Kab.Bangkalan) dan kemudian
jadi pemimpin di pulau sapudi (Podai) di ceritakan juga jika Putri Kuning juga
bertapa di dalam Gua (lubang di dalam tanah) di gunung Geger. Diceritakan bahwa
terjadi perkawinan batin antara Adipoday (yang disebut juga pandung siluman)
artinya seorang pencuri yang tidak kelihatan dengan mata (Sakti) dengan ibunya
yaitu Putri Kuning. Dari perkawinan batin itu lahirlah dua orang putra
laki-laki yang diberi nam Djokotole (artinya kudho panole) dan yang
lebih muda bernama DjokoWedi disebut orang Banjak Wedi akn tetapi bukan
Banjak Wedi yang bergelar Wiraradja diatas. Djoko tole oleh ibunya di taruh di
tengah alas dan di temukan oleh pandai besi (Empu) yang bernama Empu
Pakandangan desa Pakandangan itu terletak di kec.Blutoh Kab.Sumenep. Empu
Pakandangan memelihara beberapa ekor kerbau. Tempat kandang kerbau itu
dinamakan desa Pakandangan dan tempat kerbau di lepas di namakan desa parenduan
(asal dari perkataan Madura : Arendu = berenti melepas lelah)
Diceritakan
bahwa seekor kerbau betina yang berbulu putih (kebo-bule) setiap hari
mengisapkan air susunya kepada Djoko tole
pada waktu didalam hutan sehingga pada suatu hari bayi itu di temukan
oleh Empu pakandangan(kijahi empu pekandangan) ketelah bayi itu (Djko tole) di
temukan oleh empu tersebut maka dibawa pulang dan di berikan kepada istrinya
yaitu Njai Empu Pekandangan djoko tole di rawat olehnya sampai umur Tiga tahun
Djoko
Wedi di dapat orang pula didalam alas dan diapun dirawatnya hingga dapat
berjalan(sekitar umur 2 tahun) yang menemukan itu Djoko Wedi seorang pandi Besi
juga bernama Kijahi Empu keleng di Pademawu (desa pademawu sekarang
menjadi desa Pademawu barat dan pademawu timur kecamatan Pademawu Kawedanan
Bunder Kab. Pamekasan. Pademawu artinya
tempat abu yang rata (Wedi) Kijahi Empu Keleng itu dikubur di Desa Pademawu
Barat dan menjadi pepunden dari orang-orang disekitarnya itu desa.
Sekitar
umur 6 tahun Djoko Tole ayah angkatnya yaitu Empu pakandangan mendapat perintah
dipanggil oleh Eaja Mojopahit (raja penghabisan=Brahwidjojo VII) beserta
empu-empu lainnya untuk membikin pintu gerbang keratin yang amat besarnya dan
juga sangat indah oleh karena itu Empu Keleng berangkat dan rumahnya di
tinggalkan kepada Djoko Tole yang sudah besar dan istrinya (ibu angkat).
Pekerjaan Djoko Tole sejak umur 3 tahun mengambil tanah liat (lempung) di pinggir sungai lalu dibikin perkakas
bercocok tanam dan juga membuat senjata dan keris dengan memakai tangan saja,
anehnya setelah perkakas itu jadi berubah menjadi Besi lalu dia jual ke pasar
sedang hasil uangnya diberikan pada Ibu angkatnya (Nji Empu Pakandangan).
Diceritakan apabila ia membuat Keris maka di ujung paksi itu keris di beri
lubang dengan demikian ia dapat membawa beberapa keris dengan memakai tali
kecil yang dimasukan dalam lubang paksi itu keris. Pekerjaan yang demikian itu
membuat orang yang mengetahuinya herandan menarik perhatian orang banyak, sebab
tanah liat dapat menjadi besi dari sebab itulah nama Kijahi Pakandangan menjadi
terkenal kemana-mana.
Diceritakan setelah tiga tahun dari
berangkatnya kijahi Empu pakandangan dari rumahnyake kota Mojopahit dia belum
juga pulangdan tidak ada kabar apa-apa ke rumahnya. Njai Pakandangan menjadi
gelisah dan hawatir, sehingga pada suatu pagi ia menyuruh anaknya (Djoko Tole)
untuk menyusul dan membantu ayahnya, lalu Djoko Tole berangkat dengan berjalan
melalui pantai selatan Madura karena ingin dapat menyebrang lautan untuk ke
Mojopahit lalu setelah sampai didesa Djumiang
dia bertemu orang tua yang amat bersih rupanya dan bercahaya baik sekali (itu
orang tua sebenarnya paman dari ayahnya sendiri yaitu Adiroso yang ada di tempat pertapaannya itu di Djumiang)
orang tua itu
memanggil kepada Djoko tole yang sedang berjalan itu supaya singgah sebentar di
tempatnya dan Djoko tole pun berenti dan disitu dia mendapat cerita dari orang
tua itu mulai dari bermula sehingga pada akhirnya dan juga dibertemukan dengan
saudaranya yang bernam Djoko Wedi setelah itu Djoko Tole diberi bunga melati
yang di suruhnya makan sampai habis setelah bunga itu habis maka orang tua itu
(Adiroso) berkata pada Djokotole bahwa nanti di Mojopahit ia harus menulong ayah angkatnya. Untuk menyelesaikan
pintu gerbang itu harus dipakainya suatu rupa pijer (alat pelekat) yang keluar
dari pusernya Djokotole dengan di suruh minta pertolongan pada orang supaya
dirinya dibakar hingga jadi arang dan setelah ia jadi arang maka suruh disiram
lagi supaya bias hidup seperti biasa. Pijer yang keluar itu disuruh jadikan
pelekat pintu gerbang itu karna dengan cara demikian pintu itu akan selesai dan
Djokotole di berinya petuah bagaimana cara memanggil pamannya itu (Adiroso)
apabila mendapat kesukaran dan dia oleh Adiroso juga di beri se-ekor kuda hitam
yang bersayap dengan nama Si Mega+Remeng (Kijahi Mega=Remeng) sehingga kuda itu
dapat terbang seperti burung elang dan juga Chemeti dari ayahnya sendiri
(Adipoday) tapi kuda dan cemeti belum bias di ambil nanti jika ada perang besar
membela Negara baru bias diambil untuk mengambil itu dia disuruh memintanya
pada Adiroso pun juga dia banyak mendapat petuh-petuah lain dari Adiroso
setelah semua dari adiroso selesai Djokotole dan saudaranya itu di ijinkan untuk
berangkat sampai di batas sebelah barat Madura (sekarang pantai Sotjah) mereka
berdua menumpang perahu dari Sotjah ke Gersik. Di ceritakan bahwa Raja gersik
bermimpi menemui dua orang laki-laki bersaudara datang di Gersik dalam mimpinya
itu dia dapat permintaan dari seorang tua supaya satu dari dua Djejaka itu
untuk diambil anak mantu yaitu yang lebih muda dari itu Raja memerintahkan pada
Pepatihnya dan umum untuk menjaga pantai Gersik dan apabila ada dua orang
Djejaka dating dari Madura ke gersik supaya disuruh bawa ke rumah Raja itu.
Maka
setelah Djokotole dan Djokowedi sampai di pantai gersik dia di Tanya oleh
penjaga asal mulanya dia. Dan kedua saudara menjawab apa yang di tanyakan
penjaga itu setelah itu penjaga menyampaikan kepada Pepatih tentang dua
Djejakan itu dan pepatihpun segera dating kepantai dengan membawa beberapa
pengawalnya setelah pepati tiba pada dua Djejaka itu dia menanyakan beberapa
hal an dua Djejaka itupun menjawabnya dengan tertib. Setelah itu dua orang
Djejaka di surh untuk ikut pepatih ke istana Rajamaka keduanya menolak lalu
pepatih meminta kepada 4 orang pengawalnya yang ada distu yang bernama:
1.Matjan Rangas 2.. Matjan Kombang 3.
Matjan Kuning dan 4. Djojo Kalentang dan beserta pengawal-pengawal kerajaan
lainnya supaya menangkap itu orang dua saudara untuk dibawa keistana Raja. Nah
disitulan terjadi peperangan antara dua saudara dengan Pepatih danpengawal
–pengawal gersik itu akan tetapi dua orang bersaudara itu dapat menukul mundur
pengawal-pengawal istana hingga tidak berdaya. Karena demikian pepatih berubah
sikap yaitu meminta maaf pada dua saudara itu kemudian mengundangnya ke istana
raja dan dia sanggup mengantarkan nanti ke tujuan awal mereka, dengan demikian
dua saudara itu mematuhi untuk ikut ke istana Raja Gersik, sesampainya di
istana dia disambut raja yang ada di halaman muka disitu diadakan pertemuan
ramah tamah dan jamuan seadanya dan raja menerangkan apa yang menjadi mimpinya
pada dua saudara itu dan Djokotole ihlas meninggalkan adiknya di Gersik untuk
melanjutkan perjalanannya menuju Mojopahit untuk menemui ayahnya dan setelah di
modjopahit dia menemui ayahnya (Empu Pakandangan) dengan menceritakan mulai
dari awal sampai akhir kemudia dia meminta izin pada ayahnya untuk menghadap
Raja Modjopahit yang oleh ayahnya dia di larang sekali akan tetapi ia memaksa
dan terus ia menghadap kepada Raja, sesampainya di hadapan raja ia menerangkan
bahwa ia anaknya empu Pakandangan dari Pulau Madura yang sekarang berada di
kota Modjopahit untuk menjalankan perintah raja bersama-sama Empu yang lain
menyelesaikan pembuatan pintu gerbang keraton Modjopahit, karena sudah lama
maka ia disuruh oleh ibunya untuk membantu ayahnya dan dia bersedia jika
mendapat izin dari Raja. Maka Raja setelah mendengarkan apa yang diutarakan
Djokotole sangatlah ia heran dan mempunyai dugaan bahwa anak itu mempunyai
kenjakapan yang sangat luar biasa lalu raja memanggil Pepatihnya yang dalam
cerita ini disebut pepatih Gajah Mada yang sebenarnya atau hanya nama
saja yang dipakai kepada orang lain itu tidak terang. Karena memang sering
terdapat didalam cerita-cerita zaman purbakala nama seorang yang yang cakap
menjalankan tugasnya dalam suatu pangkat atau keahlian di pakai juga oleh umum
kepada orang yang menggantinya. Suatu contoh seorang Bupati atau Raja di
Sumenep bernama Tjokronegoro, kemudian diganti orang lain dari Pamekasan
bernama Wironegoro tapi setelah
di Sumenep di sebut Tjokronegoro pula. Untuk tidak merubah cerita ini
maka kami akan pakai nam Gaajah Mada. Setelah pepatih Gajah Mada sampai di hadirat
Raja, maka ia diperintahkan bahwa Djokotole disuruh diperbantukan pada para
Empu yang membuat pintu gerbang terus gajah mada membawa Djokotole ke semua
Empu yang sedang membuat pintu gerbang itu dan menerangkan kepadanya bahwa
Djokotole suruh dipakai dalam membuat pintu gerbang itu. Memang para Empu pada
waktu itu sedang dalam kebingungan karena jika tidak ada alat pelekat yang kuat
sekali maka sudah tentu barang itu tidak dapat di kerjakan dengan demikian
Djokotole meminta kepada semua Empu untuk membakar dirinya sendiri hingga nanti
menjadi Arang dan jika telah demikian maka suruh diambilnya apa yang nanti
keluar dari pusarnya (navel=tjara Belanda) dan di gunakan nanti sebagai alat
pelekan pintu gerbang tersebut dan setelah itu dia meminta diri untuk disiram
dengan air supaya bias hidup seperti biasa lagi. Yang demikian itu dikerjakan
oleh para Empu melainkan empu Pakandangan yang menjauhkan diri sambil menagis
karena ia takut kehilangan anaknya yang sangat ia cintai itu, hanya ia tidak
kuat melarangnya karena anaknya sudah sangat memaksakan akan hal itu, dengan
kekuasaan Allah maka terjadilah apa yang dihajatkan oleh Djokotole lekasnya
iapun sudah disiram air dan hidup kembal.
Bahan pelekat yang keluas dari pusarnya itu berupa kapur yang dicampur
dengan gula pasir dan lalu dipergunakannya sebagai alat pelekan dari pintu itu
diceritakan pintu sudah jadi Cuma karena besar dan beratnya pintu itu tidak
dapat didirikan walau dengan beribu-ribu orang yang mengangkatnya. Pada waktu
itu Raja Modjopahid, Gadjah Mada semua mentri dan segala orang yang bekerja
sama-sama dalm kebingungan. Maka Djokotole bersembah kepada Raja untuk minta
izin mendirikan Pintu tersebut akan tetapi meminta juga semua empu untuk
membantu mengangkan itu pintu, maka rajapun mengijinkan permintaan itu ,
setelah itu Djokotole berdoa memanggil pamannya (Adiroso)untuk segera datang
akan tetapi tidak ada orang yang bias melihat Adiroso kecuali Djokotole sendiri
lalu ia meminta pada pamannya untuk membantu mendirikan itu pintu, Adiroso
sanggup dan mendatangkan berpuluh-puluh tentara bangsa Jin yang juga membantu
Djokotole dalam mendirikan pintu gerbang itu dengan demikian pintu itu berdiri
danselesai terpasang.
Baginda
Raja dan orang lainnya sangat heran melihat Djokotole yang mempunyai kekuatan luar
biasa itu. Setelah semua pekerjaan selesai
maka raja membuat pesta besar-besaran dengan disertai Rupa-rupa
keramaian dan Rupa-rupa olah raga dari segala lapisan rakyat dan tentaranya.
Diantar semua hiburan yang paling di senangi Raja dan semuanya yaitu mengadu
kekuatan Gelut(Gelut dalam bahasa Madura disebut: pokol atau keket, dalam
bahasa belanda di sebut : Worstelen)
Raja sangat senang sekali melihat para pendekar Gelut menjalankan cara
masing-masing dalam mengadu kekuatannya. Dengan acra itu maka banyaklah
pemenang-pemenang yang sama kuatnya dan pandainya bergelut hingga yang satu
tidak dapat mengalah dengan yang lain, pada waktu itu juga ada seorang menteri
yang bersembah kepada raja untuk memintanya Djokotole ikut dalam bergelut.
Setelah di perkenankan oleh raja maka tampillah Djokotole kemuka dan bergelut
dengan salauh satu pemenag yang ulung dan menanglah Djokotole dan . itu terjadi secara terus menerus setiap dia
diadu dengan pemenang yang lain sampai tidak adalagi yang bias melawan
Djokotole, sorakan rakyatpun selalu terdengar setiap dia menang dengan diiringi
bunyian Gamelan yang ramai sehingga terdengar bunyi gempita dalam kota
Modjopahit dengan demikian Raja amatlah saying dan cinta pada Djokotole.
(Lain
Cerita: di ceritakan bahwa sejak zaman
Djokotole, orang Madura amat gemar pada
olah raga gelut dan telah menjadi adat kebiasaan apabila di musim kemarau
keras/panjang, maka orang menginginkan datangnya hujan maka lalu diadakan
keramayan di suatu desa untuk mendatangkan hujan. Juga menurut cerita itu,
kerapan sapi yang pada mulanya dipergunakan Djokotole untuk mengolah
sawah-sawah pada musim membuka tanah dengan menggunakan air hujan atau air dari
parit, dengan maksud untuk menambah kegiatan kepada Rakyat kemudian itu menjadi
adat kebiasaan pula dan sekarang kerapan sapi dimadura sudah tidak lagi memakai
air dan telah menjadi pesta ajang Tahunan).
Setelah
beberapa hari lamanya kota Modjopahit berpesta maka itu keramaian disudahi
dengan pemberian rupa-rupa hadiah kepada semua orang yang membikin pintu
gerbang itu hadiahnya berupa Emas, uang dan pakaian dan setelah itu semua
pekerja sama-sama dipulangkan. Diantara semua Kijahi Empu Pakandangan dan
Djokotole mendapatkan hadiah yang paling banyak dan Kijahi empu Pakandangan
oleh raja di suruh pulang lebih dulu sedang Djokotole masih ditahan karena Raja
masih membutuhkan bantuannya. Hadiah punya Djokotole di titipkan kepada ayahnya
supaya di sampaikan kepada ibunya (Nji Empu Pakandangan)
(Lain Tjerita: menurut kesimpulan
didalam pemerintahan Belanda yang lampau-dari pihak Oundheidkundige dienst maka pintugerbang itu terdapat didesa
Mojoagung kewedanan Mojowarno Kab: Modjokerto. Penilis bersama-sama pihak Oundheidkundige dienst pernah melihat
sendiri akan tetapi oleh Belanda disertai cagak-cagak dari besi karena hawatir
Roboh disitu dilihat diukirkan dibatu, gambar seekor kuda yang memakai sayap
dua kaki belakangnya ada ditanah dan dua kaki depatnya diangkat keatas serta
kepalanya menoleh kebelakang, yang demikian itu emang menjadi persemon (symbol)
dari DFjokotole yaitu kodhu panule yang nanti akan diceritakan didalam lanjutan
ini. diCeritakan pada waktu Djokotole berperang dengan musuhnya yang bernama Dempo
Awang ini nama samara asal dari
bahasa Tionghua Sam pooTwa Lang juga
persemun dari kerajaan Sumenep (Wapen
wan Sumenep)
Ditjeritakan,
bahwa setelah ayahnya kembali ke Madura, Djokotole tetap tinggal di Modjopahit
dengan perkenan Raja dan melakukan pekerjaan pandai Besi, yang di buat yaitu
alat-alat pertanian, alat sela kuda dan pedati juga membikin alat-alat perang
seperti tombak, keris, lembing dan sebagainya.
Dan juga selalu dipanggil untuk keperluan Raja dan iapun selalu siap
membantu dengan sekuat tenaganyauntuk keperluan Negaranya sehingga dia oleh
raja diangkat sepagai Pepatih Muda di Modjopahit.
Diceritakan
bahwa Raja dari Negara bagian di Blambangan yang bernama Menak Djajengpati telah
beberapa tahun tidak suka membayar Upeti kepada Modjopahit dan tidak suka hadir
berkunjung ke Modjopahit pada tiap-tiap hari kunjungan setahun sekali sebagaiman
menurut peraturan pada ituzaman yang dilakukan oleh Negara-negara bagian
lainnya.rupanya semua upaya yang dilakukan raja Modjopahit untuk member ke
insafan kepada Menak Djajengpati tidak pernah berhasil sehingga dia
tetap tidak patuh pada Modjopahit bahkan juga dia sering membuat merusakkan
batas-batas di lingkungan kota kerajaan Modjopahit dengan jalan menaklukan
daerah-daerah yang ptermasuk pada Modjopahit dengan demikian raja Modjopahit
mengirimkan pasukan bersenjatanya kepada Menak Djajepati. Demikian halnya maka pada suatu ketika Raja
Mojopahit mengirimkan pasukannya ke Blambangan dengan di pimpin oleh Gajahmada
dan Djokotole yang telah mendapat gelar Kodhu panule. Maka
jadilah peperangan Modjopahid dengan Blambangan yang di menangkan oleh Modjopahit
dan membuat lari Raja Menak Djajengpati kedaerah pegunungan. Pada itu ketika
Gajah madam au merampas semua isi keraton dan Kodhu Panule di perintahkan
mengejar Raja Menak Djajengpati kepegunungan dan disuruh menghancurkan semua
alat-alat Pembangkang Blambangan. Nanti apabila semua selesai Gadjah mada dan
Kodhu panule harus kembali lagi ke Modjopahid dengan memebawa semua hasil
rampasan perang. Kodhu panule menjalankan semua apa yang menjadi tugasnya
sedangkan Gadjah mada bertolak lebih awal ke Modjopahit dengan membawa semua
rampasan perang yang di peroleh dari Blambangan dan juga beberapa orang putrid
isi keratin Blambangan. Itu semua dipersembahkan kepada raja Modjopahid. Ia
melapor bahwa telah membunuh raja Minak Djajengpati dan telah mengambil semua kekayaan
keraton Blambangan dan juga semua
Putri-putri Blambangan yang semua dipersembahkan kepada baginda raja, mengenai
Kodu panole menurut Gajah mada dia telah melarikan diri dan tidak tau kemana
tujuannya mengenai Kodu panule gajah mada melapor demikian karena di yakin
kalau Kodhu panule akan dibunuh orang-orang atau di makan binatang buas di
hutan Blambangan, karena pengikut-pengikutnya yang tidak seberapa dan telah di
pesann olehnya agal semua jika telah ditengah alas meninggalkan Kodhu panule, tapi
dengan keadilan Maha kuasa maka Kodhu panule telah berhasil menghanur leburkan
alat-alat pemberontakan di Blambangan dan membunuh mati Menak Djajengpati serta
membawa kepalanya. Khodu panule bertolak
ke keratin Blambangan akan tetapi sesampainya disana Gajah mada telah kembali
ke Modjopahit dengan membawa barang rampasan isi keratin Blambangan.
Terus
Kodhu panule berjalan menuju Modjopahit dengan membawa kepala Minak Djajengpati
untuk dipersembahkan kepada raja Modjopahit.
Ditjeritakan bahwa dengan kembalinya
Gadjah mada ke Modjopahit dengan menaklukan Blambangan dan membawa
barang-barang rampasan dari keratin itu mak raja Modjopahit amat bersuka cita
dan berteri makasih, sebagai tanda
kebijaksanaan maka Gadjah mada diambilnya menjadi anak mantu dan diperkenankan
memilih putrid-putri anak-anak beliau yang masih gadis.lalu Gadjah mada memilih
yang paling cantik untuj dijadikan istrinya. Kemudian datanglah Kodhu panule ke
Modjopahid dengan mempersembahkan kepala Minak djajengpati dan melaporkan semua
yang ia kerjakan didalam peperangan setelah raja mendengar penjelasannya maka
raja merasa heran dan merasa pula ditipu oleh Gadjahmada.
(lain-cerita : diceritakan bahwa
seorang putrid dari Raja Modjopahit yang bernama Dewi Ratnadi pada waktu
dibawah usianya dia diserang penyakit cacar sehingga kedua matanya tidak dapat
melihat lagi (Buta). Siang malam ia menangis dan meminta kepada yang Maha Kuasa
supaya lekas-lekas disampaikan kepada ayahya. Lalu pada suatu ketika ia
kedatangan orang tua yang memberinya sebilah Tongkat dan memberinya
nasehat agar supaya bersabar serta berkata, bahwa kemudian hari aka nada
karunia tuhan Allah kepadanya yang merupakan kemuliaan besar terhadap dirinya)
Untuk
tanda kebijaksanaan terhadap jasa Kodhu panule maka raja Modjopahid memberinya puteri
Mahkota (anaknya) yang bernama Dewi Mas Kumambang kepada Kohdu
panule untuk menjadi isterinya. Akan tetapi dengan rupa-rupa reka akal cerdik dan hasutan Gajahmada maka Dewi Mas
Kumambang ditarik kembali sedangkan yang harus menjadi isteri dari Kodhu panule
ialah Dewi Ratnadi yang buta itu. Sebagai seorang perwira yang berhati
murni kodhu panule menerimanya saja apa yang menjadi keputusan dari Raja,
karena dia yakin kepada wet pembalasan dari Tuhan Allah dan yakin pula bahwa
segala langkah-langkah dialam dunia itu pasti meninggalkan bekas sebagai pula
biji yang ditanam. Kaelak di kemudian hari mewujudkan buahnya(nanam jagung
tumbuh jagung dan padi kan tumbuh padi)
(kail tjerita :diceritakan bahwa
kerajaan Modjopahit sesudah itu menemui kerusakannya dan seterusnya tidak dapat
berdiri lagi)
Sjahdan
Dewi Mas Kumambang setelah rencana perkawinanya dengan Kodhu panule tidak di
Luluskan. Maka menjadilah ia seorang yang salah pikiran siang malam dia
menangis menyebut-nyebut nama Kodhu panule dan tidak mau bersuami siapapun saja
sampai seterusnya. Di tjeritakan bahwa ia dikemudian hari sesudah kerajaan
Modjopahit tiada dia memerintah sebagai raja perempuan di Negara Djapan
yaitu Modjokerto. Sebagai kepala dari Negara bagian dari kerajaan Demak (Bintoro)
Ditjeritakan
pula bahwa Kodhu panule meminta diri kepada Raja Modjopahit untuk bertolak
kembali ke pulau Madura dengan membawa isterinya yaitu Dewi Ratnadi yang buta itu dan permintaannya segera
dipenuhi oleh sang Raja. Kodu panule berangkat pertama menuju kota Gersik untuk
menemui saudara mudanya yaitu Djoko Wedi. Di ceritakan bahwa Djko Wedi telah
menjadi Raja Gersik, mengganti pangkat ayah mertuanya maka sesampainya di
gersik Kodhu panule dan isterinya di jamu oleh Djoko wedi dan ditahan beberapa
di Gersik sebagai tamu beberapa hari lamanya setelah itu Kohdu panule
melanjutkan perjalanannya dari Gersik menuju ke Sumenep ia beserta istrinya
naik perahu dari Gersik kepantai Madura (Desa Sotjah) sampai dipantai Madura
maka Dewi Ratnadi mita izin untuk buang air. Dikarenakan tidak menemukan air
untuk kebersihan isterinya maka Kodhu panule mengamlil tongkat isterinya lalu
digalikan ke tanah setelah itu keluarlah air dari dalam tanak menurut bekas
Tongkat tadidan mengenai mula-mula kedua mata Dewi ratnadi seketika itu pula
mata Dewi Ratnadi menjadi sembuh dan dapat melihat seperti biasanya sebelum ia
terserang penyakit cacar dan pada waktu itu pula Roman mukanya terlihat amat
cantik. Maka ia dan suaminya amat bersukur kapada Tuhan Yang Maha kuasa. Desa
tempat air keluar tadi sekarang disebut Desa “Sotjah” (Sotjah adalah perkataan
Madura yaitu keromonya perkataan Mata dalam bahasa Jawa “meripat”) terus Kodhu
panule melanjutkan perjalanannya ke Sumenep di jalan-jalan banyaklah kedua kaki
isteri itu menemui hal-hal yang menarik perhatiannya dan kemudian hari terus
menjadi perhatian orang. Akan tetapi tidak diceritakan disini. Yang kami
ceritakan disini hanya yang mengenai Sumber Omben yang sekarang menjadi
sumber saluran air untuk daerah-daerah Kab. Pamekasan dan Sampang. Sumber
Omben terletak di Desa Omben, Kec. Omben kewedanan dan Kab.Sampang.
Ditjeritakan
bahwa sesudah Kodhu panule dalam perjalanannya sampai di Sumber Omben untuk
member kesempatan pada isterinya mencuci Kain yang pada waktu itu ia
sedang datang Bulannya. Maka kain dalam yang dipakai oleh isterinya di hayut
oleh air dan tidak ditemukan lagi, itu Kain dalam oleh orang Madura di sebut “Ambhen”
setelah isteri kodhu panule kehilangan ambhen,maka berkatalah ia (Kodhu panule)
: ini sumber untuk selama-lamanya akan tidak kuasa mengalirkan airnya keluar
ini desa (sejak itulah awalnya desa itu oleh orang disebut Desa Omben dan
luasnya dizaman kemudian meliputi tiga Desa yaitu Omben,Ghersempal danTemoran).
Keterangan tentang sumber Omben
Apabila
ada orang naik dokar atau jikar sapi melalui sumber omben itu maka terdengar
pada orang seolah –olah dibawah dalam tanah ada Gua yang besar . air di
dumber omben yang tidak mengalir itu
kira-kira jatuh pada Gua tersebut. Lambat laut itu lubang kedalam tanah
dikiranya telah buntu, Dari sebab itu di zaman belakang dan sampai sekarang air
dari sumber Omben dapat dipergunakan orang sehingga keluar desa Omben dan
menjadi sumber saluran air (Water-leiding) di seluruh Kab. Sampang dan Kab.
Pamekasan pada mulanya itu air dapat digunakan keluar desa Omben semulanya
beriwayat sebagai berikut :
Perguruan Agama islam
Adipoday
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantab .... SALUT OPKOM TANJUNG..SEmangat Maju tuk desa tanjung
BalasHapusApakah keturunan adi rasa masih ada sampai sekarang?
BalasHapus